Indonesia Mahal dan Langka Minyak Sawit: Haruskah Putar Otak Dengan Alternatifnya?
Geogle #1 Biro Pendidikan dan Penelitian — Imahagi Region 3 | Disusun Oleh: Prisma Tia Ningrum dan Safira Isnaedin
Kabar minyak sawit menjadi hipe tranding pada awal bulan di tahun 2022, tapi tahukah? Sebenarnya kabar ini sudah mulai mencuat sejak akhir November di tahun 2021, namun dampaknya tidak terlalu dirasakan dibanding awal bulan di tahun 2022, kemunculan kabar mengenai mahal dan langkanya minyak sawit ini menjadi keresahan di berbagai lini masyarakat. Padahal sebagai negara yang memiliki perusahaan sawit sebagai bahan dasar minyak sawit dengan tingkat ekspor CPO (Crude Palm Oil) terbesar, seharusnya hal mahal dan kelangkaan tidak akan terjadi.
Memang secara geografis kebanyakan minyak sawit yang tumbuh membutuhkan suhu hangat, sinar matahari, dan curah hujan tinggi untuk memaksimalkan produksinya, dan Asia adalah salah satu Benua yang memenuhi hal tersebut sehingga tidak salah jika produksi minyak sawit Indonesia secara kasar mampu menghasilkan sekitar 85–90% dari total produksi minyak sawit dunia, sehingga tingkat ekspor CPO terbesar juga tidak dapat dihindarkan.
Kegunaan minyak sawit yang universal sebagai variasi makanan, kosmetik, produk kebersihan, dan juga sebagai biofuel atau biodiesel, ternyata dapat mempengaruhi harga jual di pasaran, hal ini dikarenakan manusia sebagai pelaku ekonomi dapat memainkan peran dengan cara melihat permintaan dan juga penawaran, dimana kedua hal tersebut sangat dipengaruhi dengan jumlah sumber daya sawit yang ada. Menurut Indonesia.investmen.com yang dikutip dari lamannya, terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi harga dan langka minyak sawit: 1. permintaan & persediaan; 2. harga minyak nabati lain (terutama kedelai); 3.cuaca; 4. kebijakan impor negara-negara yang mengimpor minyak kelapa sawit; 5. perubahan dalam kebijakan pajak dan pungutan ekspor/impor.
Kenyataan Yang Ada di Indonesia
Pada kenyataannya kelima faktor yang sudah disebutkan diatas beberapa diantaranya ada yang terjadi di Indonesia, karena faktor mahal dan langkanya minyak yang mempengaruhi dapat terjadi di situasi mana saja. Berikut adalah hal yang menyebabkan kelangkaan dan mahalnya minyak sawit di Indonesia menurut Kementerian Perdagangan Indonesia.
- Mahal
a. Naiknya harga minyak internasional yang signifikan
Kenaikan harga minyak internasional yang signifikan ini diakibatkan karena adanya kebijakan DMO (aturan yang mewajibkan produsen minyak sawit menyetor produksinya kepada pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri), sehingga pasar internasional kekurangan stok barang dan akhirnya barang menjadi langka, untuk mengatasi permasalahan tersebut, pasar internasional menaikkan harga pasarannya dengan harapan produsen Indonesia mau menjual minyaknya, karena tawaran harga tinggi tersebut, para produsen menjual minyak ke pasar Internasional dan tidak mau menjual ke pasar Indonesia karena harganya yang murah, dan berimbas pada penyamaan harga agar mau menjual ke pasar Indonesia. Karena mahalnya harga minyak tersebut, maka Pemerintah menetapkan kebijakan HET (harga jual tertinggi minyak sawit kepada konsumen akhir di pasar rakyat dan/atau tempat penjualan eceran lain dengan harga tertinggi Rp. 14.000/kemasan). Namun tetap saja pada kenyataannya tetap ditemui di pasaran harga tinggi melebihi yang ditentukan.
a. Volume panen sawit Indonesia menurun
Mengutip perkataan Direktur Eksekutif Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) : Mukti Sardjono bahwanya produksi CPO (minyak sawit mentah) turun sebanyak 3% sedangkan untuk PKO (minyak inti sawit) turun 3,9% dari Desember 2021 menuju bulan Januari 2022. Hal ini menurut beliau merupakan hal yang terjadi secara musiman.
b. Permintaan CPO untuk industri Biodisel naik
Adanya kebijakan bahwasanya adanya kebijakan bahwa biodiesel harus memiliki komposisi campuran minyak sawit sebanyak 30%, menjadikan produsen minyak sawit domestik diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, hal ini masih berhubungan dengan adanya kebijakan DMO pada penentuan harga minyak internasional. Dengan adanya begitu terjadi ketidak seimbangan konsumsi sawit untuk biodiesel yang melampaui untuk kebutuhan pangan, kosmetik, dan lainnya sudah terjadi sejak November 2021.
c. Gangguan logistik akibat pandemi
Tidak dipungkiri bahwa prinsip persebaran merupakan salah satu bentuk dari pola keruangan yang dipelajari oleh geografi, seperti halnya suatu faktor yang terjadi di suatu tempat menyebabkan tempat tersebut mengalami sebuah fenomena yang berbeda dari tempat lainnya. Sebagai contoh yang terjadi di Indonesia, gangguan logistik akibat pandemi menyebabkan suatu lokasi memiliki kebijakan pembatasan dalam menerima minyak sawit seperti kebijakan PPKM, PSBB dan lainnya.
2. Langka
a. Terjadi penimbunan
Dengan semakin sulitnya minyak sawit, membuat beberapa oknum menggunakan moment ini untuk melakukan kecurangan pribadi dengan cara menimbun, banyaknya nya jumlah stok minyak sawit yang dimiliki, oknum akan menjual barang dengan harga tinggi. Sehingga mau tidak mau masyarakat akan membeli minyak sawit tersebut walaupun harga mahal, dikarenakan di toko lain tidak mendapati minyak sawit.
b. Penyelundupan jual ke pasar internasional
Hal ini masih berkaitan dengan adanya kebijakan DMO yang mengharuskan memenuhi kebutuhan minyak sawit dalam negeri, namun tak bisa dipungkiri bahwa hal tersebut juga yang menyebabkan harga minyak sawit di internasional lebih tinggi, sehingga produsen dalam negeri lebih tergiur menjual ke pasar internasional.
c. Pembelian dalam negeri yang tidak terkontrol (Panic buying)
Tak disangka dengan kelangkaan membuat mindset masyarakat membeli secara berlebihan dan akhirnya terjadi ketidak merataan dalam distribusi minyak sawit kepada masyarakat, hal ini secara tidak langsung akan menimbulkan penimbunan dengan skala kecil.
Sehingga secara garis besar, permasalahan yang dihadapkan adalah ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran yang ada, dimana permintaan melonjak sedangkan penawaran sumber daya alam yang ada atau stok tidak ada, dengan ketidakseimbangan tersebut membuat segala fenomena dan aktifitas manusia terpengaruhi oleh sifat tidak pernah merasa puas.
Lalu Haruskah Kita Memutar Otak?
Memang saat ini pemerintah tidak hanya akan tinggal diam dan akan terus berusaha memperbaiki kebijakan yang mereka keluarkan guna menstabilkan harga minyak di Indonesia, namun sebagai masyarakat dengan adaptasi tinggi, banyak hal yang bisa kita lakukan seperti memakai alternatif pengganti minyak sawit. Mengingat Indonesia merupakan negara yang kaya segala jenis tumbuhan dapat tumbuh subur. Alternatif yang bisa digunakan ialah minyak zaitun, minyak kelapa, minyak alpukat, minyak wijen, minyak biji matahari. Ya walaupun memiliki perbedaan dari segi manfaatnya, tetapi tidak ada salahnya kan ketika kita dapat beradaptasi, dan tidak terus menuntut terlebih lagi tidak menyusahkan diri sendiri?
Sumber:
https://www.republika.co.id/berita/r8kpdr370/gapki-produksi-minyak-sawit-selama-januari-2022-turun